Karburasi Baja Karbon Rendah
Abstrak
Baja karbon rendah adalah material dalam penggunaannya kebanyakan dipakai sebagai bahan kontruksi umum. Bahan baja karbon rendah mempunyai keuletan yang tinggi dan mudah di kerjakan dengan mesin, tetapi kekerasannya rendah dan tidak tahan aus. Hal ini dapat diatasi dengan merubah sifat - sifat material yang disediakan yaitu dengan proses perlakuan panas.
Salah satunya adalah dengan cara menggunakan pengerasan permukaan yaitu dengan proses Karburasi. Karburasi adalah salah satu proses perlakuan panas untuk mendapatkan permukaan kulit yang lebih keras dari sebelumnya. Dari uraian diatas, maka dapat diketahui bahwa baja karbon rendah kandungan C-nya 0,25 %, dengan mengalami proses perlakuan panas diharapkan memperoleh sifat – sifat yang diinginkan seperti kekerasan bertambah dan tahan aus. Proses penelitian perlakuan panas yang dilakukan dengan material baja karbon rendah, yang mana setelah dilakukan uji spektrometer, material tersebut mempunyai kadar karbon 0,07 %C.Pada proses perlakukan panas ini suhu pemanasan adalah 875 0C, bahan bubuk karbon 60 % dan Barium Karbonat 40 % sebagai penghantar /energizer yang mempercepat proses, waktu penahanan adalah 15 menit, 30 menit, dan 50 menit dengan media pendinginan adalah oli SAE 20 – 50.Setelah dilakukan proses perlakuan panas dari material tersebut, maka dilakukan pengujian kekerasan dan pengujian spektrometer. Adapun hasilnya adalah kekerasan tertinggi adalah material yang mengalami proses perlakuan panas dengan penahanan waktu paling lama yaitu 50 menit. Dan kadar karbon paling tinggi dari hasil difusi diperoleh dari material yang mengalami proses penahanan waktu paling lama.
Dari data hasil pengujian mekanik kekerasan dan ilmu bahan logam dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dengan perlakuan panas didapatkan bahan yang mempunyai kekerasan tinggi pada permukaannya dan masih lunak pada bagian dalamnya.
Kata kunci : Karburasi, bubuk karbon, Barium Karbonat, waktu penahanan, spektrometer.
1.Pendahuluan
Logam mempunyai peranan aktif dalam menunjang teknologi dijaman sekarang, sehingga timbul usaha manusia untuk memperbaiki sifat dari logam tersebut, yaitu dengan merubah sifat mekanis dan sifat fisiknya.Adapun sifat mekanis dari logam antara lain : kekerasan, kekuatan, keuletan, kelelahan. Sedangkan dari sifat fisiknya yaitu dimensi, konduktivitas listrik, struktur mikro, densitas.
Dengan banyaknya permintaan yang bermacam – macam maka diadakan pemilihan bahan. Pemilihan bahan tersebut dapat dipersempit sesuai dengan kegunaannya. Seperti misalnya pada baja karbon rendah. Baja karbon rendah mendapat prioritas utama untuk dipertimbangkan. Karena baja karbon ini mudah diperoleh, mudah dibentuk atau sifat permesinannya baik dan harganya relatif murah. Karena baja karbon ini mendapat prioritas utama maka dituntut untuk memodifikasi atau memperbaiki sifatnya seperti kekerasan, kekerasan pada permukaan, tahan aus akibat gesekan. Sehingga perlu diadakan proses perlakuan panas guna menambah kekerasan dari bahan tersebut. Dan berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis mengadakan suatu penelitian dengan judul :“ANALISA PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP BAJA KARBON RENDAH DENGAN METODE KARBURASI“
Perlakuan panas adalah suatu perlakuan yang diterapkan pada logam agar diperoleh sifat yang diiginkan. Dengan cara pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam dalam keadaan fase padat sebagai upaya untuk memperoleh sifat tertentu dari logam tersebut.Salah satu cara adalah dengan menggunakan proses karburasi yaitu dengan mengeraskan permukaannya saja. Karburasi adalah salah satu proses perlakuan panas untuk mendapatkan kulit yang lebih keras dari sebelumnya. Adapun alasan bidang ini disesuaikan dengan kebutuhan pada bidang industri yang semakin modern, dalam hal ini adalah pengembangan sifat dari logam. Yang mana mempunyai kekerasan yang baik tapi juga ulet. Dimana aplikasinya digunakan pada alat potong, alat pahat, roda gigi atau kontruksi mesin yang sering mengalami kontak antara bahan satu dengan bahan lainnya.
Dengan proses perlakuan panas dengan metode karburasi diharapkan dapat memperpanjang umur pemakainanya tetapi masih memiliki sifat keuletanpada bagian dalamnya.
Perumusan Masalah
Dalam upaya peningkatan kekerasan baja paduan rendah yang efektif dengan metoda perlakuan panas dalam hal ini adalah pengkarburasian, yang mana memerlukan banyak informasi teoritis dan praktis saling berkait baik terhadap pencapaian kekerasan maupun menghindari kegagalan produk. Dalam masalah ini hanya akan membahas prihal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan bentuk produk dan pelaksanaan/ proses karburasi (pengkarburasian). Informasi yang disampaikan pada tulisan ini mengacu pada literatur yang dikumpulkan dari buku-buku teks, media multimedia dan penelitian yang berhubungan dengan karburasi /perlakuan panas, sehingga dapat dituangkan dalam bentuk tulisan ini. Berdasarkan latar belakang di atas, maka pada penelitian ini akan membahas permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Bagaimana cara melakukan pemilihan bahan untuk karburasi pada baja paduan rendah ?
Bagaimana cara merencanakan proses karburasi pada baja paduan rendah ?
Bagaimana caranya mengetahui kekerasan bahan uji /baja paduan rendah setelah dikarburasi ?
Batasan Masalah
Dengan mengingat komplektivitas tentang permasalahan, maka dalam pembahasan ini ditetapkan batasan dan beberapa anggapan yang diambil antara lain :
Bagaimana cara menentukan jenis bahan yang akan dikarburasi ?
Bagaimana cara mengetahui bahan yang akan dikarburasi dalam kondisi tanpa cacat ?
Bagaimana tahapan karburasi untuk baja paduan rendah dilakukan ?
Apa media yang dipakai untuk pengkarburasian pada baja paduan rendah ?
Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan penulisan ini adalah memberikan pengetahuan untuk dijadikan pertimbangan dalam memilih produk baja paduan rendah yang akan dilakukan pengkarburasian , sehingga prosesnya menjadi efektif dan efisien dengan hasil maksimal. Berdasarkan analisa, uraian menunjukkan bahwa tahapan pengkarburasian adalah dengan:
Menjelaskan cara menentukan jenis bahan yang akan dikarburasi !
Menjelaskan cara mengetahui bahan yang akan dikarburasi dalam kondisi tanpa cacat !
Menjelaskan tahapan pengkarburasian untuk baja paduan rendah !
Menjelaskan media yang dipakai untuk pengkarburasian baja paduan rendah !
Relevansi
Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang bagaimana cara pengkarburasian baja paduan rendah yang baik dan benar.
2. Tinjauan Pustaka / Dasar Teori
Perlakuan Panas
Perlakuan panas didefinisikan sebagai kombinasi operasi pemanasan dan pendinginan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat dengan waktu tertentu, yang dimaksud memperolehsifat tertentu. Langkah pertama pada setiap proses perlakuan panas adalah memanaskan logam bersama campurannya sampai temperatur tertentu, lalu menahan beberapa saat pada temperatur itu kemudian didinginkan langsung. Selama proses ini akan terjadi beberapa perubahan struktur mikro, dimana perubahan ini akan menyebabkan terjadinya perubahan sifat dari logam tersebut.
Pengerasan Permukaan
Pengerasan permukaan disebut juga case hardening, dapat juga dikatakan sebagai suatu proses perlakuan panas yang diterapkan pada suatu logam agar memperoleh sifat tertentu. Dalam hal ini hanya pengerasan permukaannya saja. Dengan demikian lapisan permukaan mempunyai kekerasan yang tinggi, sedangkan bagian yang dalam tetap seperti semula, yaitu dengan kekerasan rendah tetapi keuletan atau ketangguhannya tinggi.
Dalam pemakaian suatu bagian mesin atau perkakas sering kali diperlukan permukaan yang keras dan tahan aus dengan bagian inti yang relatif lunak dan ulet atau tangguh. Baja yang dikeraskan dengan cara konvensional memang dapat menghasilkan permukaan yang keras dan tahan aus, tetapi kurang ulet. Pengerasan permukaan dimaksudkan untuk mengeraskan bagian permukaannya saja, sedang bagian inti tetap lunak dan ulet, sehingga secara keseluruhan benda masih cukup ulet tetapi sekarang permukaan menjadi lebih keras dan tahan aus.Untuk itu pengerasan permukaan atau case hardening merupakan salah satu jalan keluar yang cukup baik. Dengan pengerasan permukaan akan diperoleh permukaan yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan pengerasan pada permukaan akan menyebabkan lapisan permukaan menjadi kuat atau keras dan pada lapisan permukaan itu terjadi tegangan sisa yang berupa tegangan tekan. Karena hal tersebut maka benda kerja menjadi lebih tahan terhadap kelelahan. Biasanya proses perlakuan panas ini dilakukan terhadap roda gigi, pahat, cetakan (dies), alatpotong, alat pada kontruksi, dan sebagainya.
Karburasi (Carburising)
Karburasi atau Carburizing adalah proses perlakuan panas, umumnya diterapkan pada jenis baja yang mudah dikeraskan. Dengan demikian agar baja tersebut dapat dikeraskan permukaannya, komposisi karbon pada baja harus berkisar antara 0,3 sampai 0,9 % karbon. Bila lebih dari 0,9 % harus dihindarkan karena dapat menimbulkan pengelupasan dan bahkan keretakan.Proses karburasi ini biasanya dilakukan pada baja karbon rendah yang mempunyai sifat lunak dan keuletan tinggi. Tujuan dari proses karburasi adalah untuk meningkatkan ketahanan aus dengan jalan mempertinggi kekerasan permukaan baja karbon dan meningkatkan karakteristik fatik dari baja karbon tersebut. Manfaat yang patut dipertimbangkan dalam penerapan proses karburasi adalah bahwa proses karburasi akan menghasilkan deformasi yang sangat kecil dibandingkan pada proses pengerasan yang diperoleh melalui pendinginan.
Mengeraskan permukaan dengan menggunakan cara karburasi adalah cara pengerasan yang paling tua dan ekonomis. Karena pada proses pengerasan ini hanya merubah komposisi kima dari baja karbon tersebut. Baja karbon rendah tidak dapat langsung dikeraskan karena kadar karbon dari baja terlalu rendah. Agar dapat dikeraskan maka kadar karbonnya harus ditambah. Pemambahan kadar karbon dilakukan dengan mendifusikan karbon melalui permukaan baja sehingga permukaan baja mengandung cukup karbon untuk dikeraskan dengan pendinginan. Pada proses pengerasan permukaan dengan metode karburasi dapat dibagi menjadi 2 tahap :
Penambahan Karbon
Penambahan karbon yang disebut karburasi / carburizing , dilakukan dengan cara memanaskan pada temperatur yang cukup tinggi yaitu pada temperatur austenit dalam lingkungan yang mengandung atom karbon aktif, sehingga atom karbon aktif tersebut akan berdifusi masuk ke dalam permukaan baja dan mencapai kedalaman tertentu.Ada 3 cara dalam penambahan karbon atau karburasi (carburizing), yaitu :
a. Menggunakan medium padat atau Pack Carburizing
Benda kerja dimasukkan ke dalam kotak yang berisi bubuk karbon dan ditutup rapat kemudian dipanaskan pada temperatur austenit, yaitu antara 8250 C – 9250 C selama waktu tertentu. bahan karburasi terdiri dari bubuk karbon aktif 60 %, ditambah BaCO3 (Barium Carbonat) atau NaCO3 (Natrium Carbonat) sebanyak 40 % sebagai energizer atau activator yang mempercepat proses karburisasi. Namun biasanya BaCO3 yang dipakai karena lebih mudah terurai dari pada NaCO3. Sebenarnya tanpa energizerpun dapat terjadi proses carburising karena temperatur sangat tinggi, maka karbon teroksidasi oleh oksigen yang terperangkap dalam kotak menjadi CO2, reaksi dengan karbon bereaksi terus hingga didapat ;
Dengan temperatur yang semakin tinggi keseimbangan reaksi makin cenderung ke kanan, makin banyak CO. Pada permukaan baja CO akan terurai ;
Dimana C yang terbentuk ini berupa atom karbon yang dapat masuk berdifusi ke dalam fase austenit dari baja.Dengan adanya energizer proses akan lebih mudah berlangsung karena meskipun udara yang terperangkap sedikit, tetapi energizer menyediakan CO2 yang akan segera mulai mengaktifkan reaksi - reaksi selanjutnya.
Reaksi dekomposisi
Dengan temperatur tinggi baja mampu melarutkan banyak karbon, maka dalam waktu singkat permukaan baja dapat menyerap karbon hingga mencapai batas jenuhnya.
Maksudnya bila bajayang dikeras- kan permukaannya akan mengalami pemanasan hingga temperatur tinggi atau temperatur austenit maka difusi karbon dapat mencapai batas jenuhnya yang berdifusi melebihi batas Acm maka akan terjadi atau tumbuh fasabaru yaitu sementit.
.
Gambar 2 – 1 : Kotak Sementasi
Tebal lapisan permukaan yang mengalami penambahan karbon(Case Depth) bergantung pada temperatur pemanasan dan lamanya waktu penahananpada temperatur pemanasan tersebut. Semakin tinggi karbon dan semakin lama holding time maka semakin banyak penyerapan karbon yang masuk kedalam spesimen.Keuntungan dari proses ini adalah dapat digunakan pada proses pengerasan permukaan yang relatif tebal. Sedangkan kerugiannya adalahjika lapisan terlalu tebal, pada saat pendinginan akan retak atau terkelupas, benda uji tersebut mengalami kejutan / shock karena pendi nginan yang tiba - tiba.
Gambar 2 – 2 : Potongan Diagram Fase Fe-Fe3C
Pendinginan (Quenching)
Setelah lapisan kulit mengandung cukup karbon, proses dilanjutkan dengan pengerasan yaitu dengan pendinginan untuk mencapai kekerasan yang tinggi.Proses pengerasan (quenching) dapat dilakukan dengan cara :
Pendinginan langsung (Direct Quenching) adalah pendinginan secara langsung dari mediakarburasi.Efek yang timbul adalah kemungkinan adanya pengelupasan pada benda kerja. Pada pendinginan langsung ini diperoleh permukaan benda kerja yang getas.
Grafik 2 – 3 : Proses Pendinginan Langsung (Dirrect Quenching)
Pendinginan tunggal (Single Quenching) adalahpemanasan dan pendinginan dari benda kerja setelah benda kerja tersebut di karburasi dan
telah didinginkan pada suhu kamar.Tujuan dari metode ini adalah untuk memperbaiki difusisitas dari atom karbon, dan agar gradien komposisi lebih halus.
Grafik 2 – 4 : Proses Pendinginan Tunggal (Single Quenching)
Sifat - sifat yang dimiliki baja karbon setelah Proses Karburasi sebagai berikut :
Kekerasaan permukaan tinggi dantahan aus.
Tahan temperatur tinggi.
Umur lelah lebih tinggi.
Transformasi Fase Pada Saat Pemanasan
Transformasi fase yang terjadi pada saat pemanasan dapat dipelajari dari diagram keseimbangan (diagram fase) besi karbida – baja. Baja karbon rendah pada diagram fase terletak dibawah ini, termasuk dalam baja hypoutektoid. Pada temperatur kamar baja karbon rendah terdiri dari butir – butir kristal ferit dan perlit dengan jumlah butir ferit lebih banyak dari butir perlit. Perbandingan jumlah buntir ferit dan perlit tersebut sesuai dengan jumlah kadar karbon yang terkandung dalam baja karbon rendah tersebut. Semakin banyak jumlah kadar karbon semakin sedikit jumlah butir ferit dan semakin banyak butir perlitnya.
Pada baja karbon rendah jika dipanaskan hanya sampai temperatur dibawah temperatur krisis A1, maka belum tampak adanya perubahan struktur mikro. Dalam struktur mikro masih terlihat butir ferit dan perlit. Tetapi bila pemanasan dilanjutkan hingga tepat pada temperatur kritis A1, maka perlit akan mengalami reaksi eutektoid. Dimana butir ferit dan sementit dari perlit akan bereaksi menjadi austenit.Reaksi eutektoid pada saat pemanasan :
austenit
Reaksi autektoid ini berlangsung pada temperatur konstan dan temperatur tidak akan naik sebelum reaksi eutektoid selesai atau seluruh ferit dan sementit didalam perlit habis menjadi austenit. Setelah perlit habis dan mulai terjadi kenaikan temperatur, maka ferit – preutektoid akan mulai mengalami transformasi allotropik, ferit yang mempunyai bentuk struktur kristal BCC (body centre cubic) akan berubah menjadi austenit yang FCC (face centre cubic). Transformasi ini berlangsung bersamaan dengan naiknya temperatur. Makin tinggi temperatur pemanasan makin banyak ferit yang bertransformasi menjadi austenit. Tranformasi dari ferit ke austenit selesai ditunjukan pada garis A3, jadi diatas A3 struktur yang terjadi adalah austenit dengan bentuk kristal FCC (face center cubic).
Gambar 2 – 8 : Diagram fasa Fe – Fe3C
Difusi
Difusi karbon terjadi karena atom bergerak ke dalam material secara penyisipan (interstisi) di batas butir. Laju difusi tergantung pada jenis atom yang berdifusi, jenis atom tempatdifusi berlangsung dan ditentukan oleh koefisien difusi. Dan koefisien difusi tergantung pada temperatur, makin tinggi temperatur makin besar pula difusi yang berlangsung.Jarak tempuh difusi akan tergantung pada lamanya waktu yang tersedia untuk berlangsungnya difusi. Pada daerah suhu austenit atom – atom besi menyusun diri menjadi bentuk kristal FCC. Dan struktur kristal FCC ini mempunyai bentuk kristal FCC. Dan struktur kristal FCC ini mempunyai kemampuan melarutkan karbon yang lebih besar daripada logam dengan struktur kristal BCC karena kecuali struktur kristal FCC mempunyai kerapatan atom lebih besar daripada BCC, juga karena pengaruh temperatur. Bila suhu atau temperatur naik, atom – atom bergerak dengan energi yang lebih besar sehingga atom mampu untuk pindah dari tempatnya.
Gambar 2 – 9 : Bentuk Struktur Kristal BCC
Gambar 2 – 10 : Bentuk Struktur Kristal FCC
Jadi bila karbon ditambahkan kedalam besi, karena atom karbon sangat kecil dibandingkan atom besi, maka atom - atom karbon akan terdistribusi pada ruangan disela – sela antara atom – atom besi atau disebut larutan padat interstisi.Kelarutan karbon pada proses case hardening yaitu pada temperatur pemanasan 825 0C – 925 0C akan mencapai maksimum ditujukan oleh garis Acm. Bila kadar karbon yang dilarutkan melebihi batasan maksimum, maka akan terbentuk fasa lain yaitu austenit + sementit (Fe3C).
Grafik 2 - 11 : Grafik hubungan waktu dengan kedalaman difusi
Untuk mengetahui kadar karbon dari hasil difusi pada kedalaman x dapat diketahui dengan menggunakan rumus :
dimana Cx = kadar karbon material pada kedalaman x
C0 = kadar karbon spesimen
C1 = kadar karbon permukaan spesimen
x = kedalaman diffusi karbon (cm)
D = koefisien diffusi karbon (cm2/s)
t = waktu (holding time) (s)
erf = fungsi error (error function) (tabel)
harga koefisien diffusi dicari dengan cara :
Dimana : D0 = faktor frekuensi (cm2/s) (tabel)
Q = energi aktivasi (cal/mol/K) (tabel)
T = temperatur pemanasan (0K)
R = konstanta gas (1,987 cal/ mol)
Transformasi Fase Pada Saat Pendinginan
Dalam suatu proses perlakuan panas, setelah pemanasan mencapai temperatur yang ditentukan dan diberi waktu penahanan panas (Holding time) secukupnya maka dilakukan pendinginan dengan laju tertentu. Struktur mikro yang terjadi setelah pendinginan akan tergantung pada laju pendinginan. Karena sifat mekanik dari baja setelah akhir suatu proses perlakuan panas akan ditentukan oleh laju pendinginan.Transformasi austenit pada pendinginan memegang peranan penting terhadap sifat dari baja karbon. Austenit dari baja hypoutektoid bila didinginkan secara lambat pada temperatur A3 mulai membentuk inti kristal austenit. Transformasi ini terjadi karena perubahan allotropik dari besi gamma (austenit) ke alpha (ferrit). Karena ferit hanya dapat melarutkan karbon dalam jumlah yang sangat kecil maka kandungan karbon dalam austenit akan semakin besar bila ferit yang tumbuh banyak (dengan makin turunnya temperatur). Besarnya kandungan karbon dalam temperatur kritis A3, sehingga pada saat temperatur mencapai temperatur kritis A1, komposisi austenit sama dengan komposisi eutektoid dan pada waktu itu austenit berdeformasi menjadi perlit.
Tumbuhnya perlit diawali dengan tumbuhnya inti sementit pada batas butir austenit. Untuk tumbuhnya sementit diperlukan sejumlah besar karbon yang akan diperoleh dari austenit sekitarnya. Sehingga austenit disekitar sementit miskin karbon dan menjadi ferit. Perpindahan atom ini berlangsung secara difusi, oleh karena itu memerlukan waktu yang cukup.Pada proses case hardening bila austenit didinginkan secara cepat, maka transformasi sementit (karbida besi) tidak terjadi dan produk transformasi austenit akan berubah menjadi fasa baru yang dikenal sebagai bainit dan martensit. Bainit terbentuk bila austenit didinginkan dengan cepat hingga mencapai temperatur tertentu. Transformasi bainit ini disebabkan sebagian karena proses difusi dan sebagaian lagi karena proses tanpa difusi.
Gambar 2 – 12 : Kurva Pendinginan
Martensit dapat terjadi bila austenit didinginkan cepat sekali hingga temperatur dibawah temperatur pembentukan bainit. Martensit terbentuk karena transformasi tanpa difusi. Keadaan ini menimbulkan distorsi dan kekerasan yang terjadi sangat tergantung pada kadar karbon.
Gambar 2 – 13 : Bentuk Struktur Kristal BCT
Pengujian Kekerasan
Disini penguji memakai pengujian kekerasan berdasarkan deformasi permanen atau deformasi plastis akibat beban statis Vickers. Pada pengujian vickers ini digunakan indikator intan yang berbentuk piramid dengan sudut 1360. Angka kekerasan vickers adalah beban dibagi dengan luas indentasi yaitu
dimana : HV = Angka kekerasan Vickers (kg/mm2)
P = Beban sebesar 30 kg
A = Luas Indentasi (mm2)
d = Diagonal rata-rata (mm)
Gambar 2 – 14 : Pengujian Vickers
Keuntungan dari metode pengujian Vickres :
Dengan benda penekan yang sama baik kekerasan bahan yang keras maupun yang lunak dapat diketahui hasilnya.
Penekanan yang kecil (kira – kira 0,5 mm) pada benda kerja yang harus diukur, hanya menyebabkan kerusakan kecil saja.
Penentuan kekerasan pada benda kerja tipis adalah dengan memilih gaya yang kecil.
Sedangkan kerugian – kerugian dari metode pengujian Vickers adalah :
Bahan – bahan tidak homogen (sejenis), seperti besi tuang dan perunggu tidak dapat dipertanggung jawabkan untuk diukur dengan metode Vickers.
Dibandingkan dengan pengukuran kekerasan menurut Rockwell, metode ini cukup memakan waktu lama karena adanya dua penanganan yang terpisah yaitu pelaksanaan indentasi dan pengukuran.
Permukaan benda uji harus benar – benar halus, sehubungan dengan penekanan yang sangat kecil.
3. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini penulis meneliti tentang pengaruh penahanan waktu pemanasan (holding time) terhadap kekerasan baja karbon rendah pada proses karburasi dengan menggunakan media padat. Jadi penahanan waktu pemanasan dan media pendinginan dibuat bervariasi dengan tujuan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh terhadap kekerasan yang dihasilkan.
Alur Penelitian
Dalam melakukan penelitian dibutuhkan alat–alat antara lain :
a. Material Benda uji.
Material atau spesimen yang digunakan adalah baja karbon rendah perupa plat strip.
Komposisi kimia :
Kawat , berfungsi sebagai pengikat benda uji agar memudahkan dalam pengambilan dari kotak sementasi pada waktu proses pendinginan.
Bubuk karbon (arang kayu) dan bubuk barium karbonat.
Kotak sementasi (kotak karbon)
gambar 3 – 2 : Kotak Sementasi
Kotak sementasi harus memiliki karakteristik sebagai berikut :
Harus rapat sehingga tidak memungkinkan adanya kebocoran dari gas yang terbentuk.
Tahan suhu tinggi untuk waktu yang relatif lama.
Sesuai untuk bentuk dan ukuran benda kerja yang akan diproses.
Memiliki sifat mekanik yang memadai sehingga tidak terjadi perubahan bentuk pada sat mengalami pemanasan pada waktu yang cukup lama.
Relatif ringan.
Biasanya bahan Sementasi dibuat dari :
Baja Cr – Ni
Bahan ini harganya relatif mahal, tetapi bahan ini sangat stabil pada suhu yang tinggi serta relatif ringan.
Baja lunak, murah tetapi masa pakainya singkat.
Besi cor, relatif tebal (rata – rata diatas 10 mm) agar masa pakainya menjadi panjang.
Penjepit
Berfungsi untuk pengambilan kotak karbon dari tungku dan benda uji dari kotak karbon.
Gambar 3 – 3 : Penjepit
Open listrik, berfungsi untuk memanaskan benda kerja dengan temperatur stabil atau tetap.
Alat Pengujian kekerasan, menggunakan alat uji kekerasan vickers.
Kertas gosok besi , berfungsi untuk menggosok benda uji supaya halus.
Perencanaan Penelitian
Adapun perencanaan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Persiapan
Sebelum proses pemanasan dimulai, pertama – tama yang harus dilakukan adalah memberi tanda terhadap benda uji. Hal tersebut dilakukan karena proses karburasi untuk satu benda uji dengan benda uji yang lainnya mempunyai perlakuan yang berbeda.
Tanda yang diberikan adalah :
Tanda Spesimen
Waktu Penahanan (Holding Time)
Media Pendinginan (Quenching)
A1
A2
B1
B2
C1
C2
15 Menit
15 Menit
30 Menit
30 Menit
50 Menit
50 Menit
Oli
Oli
Oli
Oli
Oli
Oli
Z
Tanpa proses perlakuan panas
Kotak sementasi diisi dengan bubuk karbon dan BaCO3 dengan perbandingan 60 % bubuk karbon dan 40 % BaCO3.Spesimen sebelum dimasukkan ke kotak sementasi harus diikat dahulu dengan kawat.
Gambar 3 – 4 : Pengikatan spesimen dengan kawat
b. Pemanasan
Oven dihidupkan, kemudian kotak sementasi dimasukkan dan temperatur diatur 8750 C. Proses pemanasan dilakukan 3 kali tiap 2 spesimen sesuai dengan penahanan waktu pemanasan yang telah ditentukan pada benda uji tersebut yaitu :
Proses pemanasan I :Benda uji A1 dan A2, waktu penahanan temperatur 15 menit.
Gambar 3 – 5 : Grafik Proses Pemanasan I
Proses pemanasan II: Benda uji B1 dan B2, waktu penahanan temperatur 30 menit.
Gambar 3 – 6 : Grafik Proses Pemanasan II
Proses pemanasan III : Benda uji C1 dan C2, waktu penahanan temperatur 50 menit
Gambar 3 – 7 : Grafik Proses Pemanasan III
c. Pendinginan
Pendinginan dilakukan setelah waktu penahanan temperatur tercapai dengan cara langsung dari media karburasi (Dirrect Quenching). Media pendinginan mengunakan Oli SAE 20 – 50
d. Proses Permesinan
Setelah pendinginan dilakukan dan spesimen telah menjadi dingin dengan suhu kamar, pada salah satu sisi dari spesimen tersebut dilakukan proses permesinan yaitu dengan menyekrap / memakan setebal 1 – 2 mm. Pada saat menyekrap suhu benda kerja dijaga agar tidak sampai panas karena bisa mengakibatkan perubahan kekerasan akibat panas yang ditimbulkan. Sedangkan tujuan dari penyekrapan adalah untuk mengetahui kekerasan dari bagian pinggir yang telah dikaburasi, bagian dalam dan untuk mengetahui ketebalan difusi karbon.
e. Proses Penggosokan (Grinding)
Sebelum proses penggosokan, spesimen dimasukkan kedalam pipa yang telah diisi dengan dempul besi. Tujuan dalam hal ini adalah agar nantinya pada waktu penggosokan spesimen benar – benar halus, siku dan rata. Jika tidak rata, hasil dari pemotretan pada bagian yang tidak rata akan kabur atau jelek.
Gambar 3 – 8 : Benda uji dalam pipa yang didempul
Penggosokan benda uji pada bagian yang telah disekrap tadi kemudian dilakukan secara bertahap. Penggosokan dilakukan dengan kertas gosok besi (amplas kertas) dengan dimulai dari grid yang paling kasar sampai yang paling halus yaitu : 120, 180, 240, 320, 360, 400, 600, 800, 1000, 1200. Proses pengososkan harus teratur sesuai dengan arah agar dicapai kehalusan yang baik.
f. Proses Pemolesan (Polishing)
Proses polishing dilakukan apabila proses penggosokan telah selesai. Spesimen dicuci dengan air dan alkohol yang selanjutnya dikeringkan dengan lap kering. Pada proses polishing ini spesimen digosok pada kain yang halus yang diletakkan pada piringan yang berputar, selama penggosokan kain ditaburi dengan polishing powder yaitu serbuk alumia (pasta alumia). Proses polishing ini selesai apabila bekas goresan - goresan akibat penggosokan telah hilang sehingga spesimen menjadi halus dan mengkilat, lalu spesimen dicuci dengan air dan alkohol kemudian dikeringkan.
g. ETSA
Proses ini dilakukan dengan cara mencelupkan permukaan benda uji pada larutan kimia guna memperjelas penglihatan struktur mikro pada mikroskop dan waktu pencelupannya juga harus relatif singkat. Karena komposisi dan struktur permukaan heterogen maka kelarutan pada permukaan heterogen maka kelarutan pada permukaan spesimen menjadi tidak sama, daerah yang mudah melarutkan larutan kimia akan tampak lebih dalam sehingga akan tampak lebih gelap.Larutan esta yang digunakan adalah nikel 2 %, yang terdiri dari 2 % HNO3 dan 98 % alkohol. Pencelupan dilakukan kurang lebih 3 detik pada temperatur kamar.Proses esta selesai setelah benda uji diletakkan dibawah mikroskop, terlihat struktur mikro dengan jelas.
h. Pengukuran Tebal Difusi Karbon
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat mikro hardness tester. Benda uji setelah diesta bila diletakkan dibawah mikroskop pada mikro hadrness tester akan terlihat ketebalan difusi karbonnya. Sehingga pengukuran ketebalan difusi karbon dapat dilakukan karena didalam lensa okuler mikroskop terdapat skala pengukuran dalam mikron meter (1/1000 mm).Adapun pembesaran total dari mikroskop yang dipakai adalah 400 X terdiri dari pembesaran lensa okuler 10 X dan pembesaran lensa obyektif 40 X.
Gambar 3 – 9 : Skala Pengukuran pada lensa okuler
i. Pengujian Kekerasan
Pengujian yang digunakan adalah dengan metode pengujian kekerasan vickers. Pengujian ini dilakukan pada 2 bagian yaitu bagian penampang luasan (a) dan salah satu sisi permukaan (b).
Gambar 3 – 10 : Penampang dan Permukaan Benda Uji
Pengujian kekerasan dilakukan pada tahap terakhir dengan maksud agar diperoleh hasil yang akurat, karena permukaan benda uji sudah rata, halus dan bersih pada bagian penampang luasannya dan sisi permukaannya.
Sedangkan pada bagian sisi permukaannya dilakukan penggosokan terlebih dahulu untuk menghilangkan oksidasi yang timbul. Setelah benda uji bersih baru dilakukan pengujian kekerasan :
Spesimen diklem pada penjepit benda kerja dan diusahakan agar didapatkan permukaan yang benar – benar horizontal. Penjepit benda kerja ini dapat bergerak melingkar 360 0 , sehingga dapat bergerak dengan kemiringan seperti yang kita inginkan. Setelah didapatkan permukaan yang benar – benar horizontal baru klem tersebut dikeraskan.
Spesimen diletakkan pada meja pengujian kemudian Penetrator dipasang berupa prisma intan dengan sudut 136 0.
Penyetelan beban awal 10 kg sampai beban utama 30 kg.
Meja pengujian dinaikkan hingga spesimen menekan indikator sampai beban 10 kg.
Pengujian kekerasan pada penampang dilakukan dengan jarak yang teratur mulai dari permukaan yaitu ± 0,3 mm, 0,6 mm dan seterusnya hingga permukaan pada bagian bawah, dan penekanan dilakukan secara berurutan atau diagonal. Sedangkan pada permukaan benda uji dilakukan secara acak.
Setelah pembebanan awal 10 kg, beban utama 30 kg ditekan dengan menggerakkan tuas. Pada skala pembebanan terlihat jarum bergerak sampai berhenti. setelah berhenti dibiarkan selama 15 detik, kemudian beban dihilangkan.
Kemudian mengukur diagonal hasil indikator prisma tersebut.
Setelah diketahui diagonal rata - rata, kekerasan vickers didapat dengan rumus :
dimana : P = Gaya penekanan (kg)
d = Diameter tapak tekan (mm)
dimana rumus tersebut didapat :
luas bidang segitiga dari prisma ,
v Luas 1 bidang (A),
A = ½ . a . t
Dimana :
sehingga :
karena a2 = ½ d2 maka :
Luas 4 bidang (prisma) :
sehingga :
maka rumus kekerasan Vickers didapat :
ALUR PROSES KARBURASI
DATA DAN PEMBAHASAN
Dari pengujian yang dilakukan terhadap baja karbon rendah, dengan adanya proses perlakukan panas maka didapat hasil yaitu berupa perubahan sifat mekanis dari benda uji.
Hasil Pengujian Kekerasan
Dalam pengujian ini pengambilan data kekerasan dilakukan pada :
Permukaan dan penampang benda uji sebelum dilakukan case hardening (perlakuan panas).
Pada permukaan dan penampang benda uji setelah mengalami proses perlakuan panas (case hardening) dengan metode karburasi (pack carburising).Pengujian kekerasan pada permukaan spesimen dilakukan secara acak pada permukaan. Sedangkan pada pengujian pada penampang dilakukan indentasi secara diagonal dengan jarak yang teratur dari permukaan.Sebelum dilakukan proses perlakuan panas benda uji dilakukan pengujian kekerasan terlebih dahulu dengan :
Pengujian kekerasan: HV
Beban : 30 kg
Lama pembebanan : 15 detik
Penetrator : Intan (diamond)
Pengujian dilakukan terhadap salah satu benda uji dan kekerasan antara benda uji satu dengan lainnya sebelum pengujian dianggap sama.
Tabel 4 – 1 Data Hasil Pengujian Vickers , sebelum Proses Perlakukan Panas
No.
Nilai Diagonal (d)
pada Pengujian Vickers
Permukaan Benda Uji
1
2
3
4
5
0,692
0,667
0,770
0,645
0,723
Penampang Benda Uji
1
2
3
4
5
0,679
0,766
0,710
0,751
0,709
Tabel 4 – 2 Data Hasil Pengujian Vickers
Setelah Proses Perlakukan Panas Dengan Penahan Waktu 15 menit
No.
Nilai Diagonal (d)
pada Pengujian Vickers
A1
A2
Permukaan Benda Uji
1
2
3
4
5
0,519
0,501
0,520
0,490
0,501
0,501
0,501
0,519
0,504
0,504
Penampang Benda Uji
1
2
3
4
5
0,607
0,607
0,619
0,619
0,619
0,599
0,614
0,599
0,599
0,599
Tabel 4 – 3 Data Hasil Pengujian Vickers Setelah Proses Perlakukan Panas
Dengan Penahan Waktu 30 menit
No.
Nilai Diagonal (d)
pada Pengujian Vickers
B1
B2
Permukaan Benda Uji
1
2
3
4
5
0,491
0,474
0,474
0,453
0,453
0,474
0,474
0,463
0,463
0,491
Penampang Benda Uji
1
2
3
4
5
0,580
0,604
0,604
0,604
0,608
0,574
0,601
0,601
0,601
0,601
Tabel 4 – 4 Data Hasil Pengujian Vickers Setelah Proses Perlakukan Panas
Dengan Penahan Waktu 50 menit
No.
Nilai Diagonal (d)
pada Pengujian Vickers
C1
C2
Permukaan Benda Uji
1
2
3
4
5
0,465
0,449
0,427
0,449
0,449
0,458
0,436
0,450
0,458
0,458
Penampang Benda Uji
1
2
3
4
5
0,579
0,579
0,579
0,574
0,574
0,573
0,573
0,573
0,576
0,576
Setelah diketahui diagonal (d) dari pengujian Vickers maka dapat diketahui nilai HV.
Tabel 4 – 5 Data Kekerasan Sebelum Proses Perlakuan Panas
No.
Nilai Kekerasan
( HV )
Kekerasan
Rata – rata ( HV )
Kekerasan
Rata-rata ( HRc)
Permukaan Benda Uji
1
2
3
4
5
114 , 76
125 , 16
93 , 80
133 , 45
106 , 20
114 , 67
11,4
Penampang Benda Uji
1
2
3
4
5
120 , 56
94 , 80
110 , 14
98 , 46
110 , 45
106 , 88
10,6
Setelah proses perlakukan permukaan selesai, maka dilakukan pengujian kekerasan pada benda uji dengan menggunakan pengujian kekerasan yang sama. Data – data kekerasan benda uji setelah mengalami perlakukan panas adalah sebagai berukut :
Tabel 4 – 6 Data Kekerasan Setelah Proses Perlakukan Panas
Dengan Penahan Waktu 15 menit
No.
Nilai Kekerasan
( HV )
Nilai Kekerasan
Rata-rata ( HRc)
A1
A2
A1
A2
Permukaan Benda Uji
1
2
3
4
5
220 , 84
221 , 70
205 , 53
231 , 56
221 , 70
221 , 70
221 , 70
206 , 56
218 , 84
218 , 84
22
22
20
23
22
22
22
20
21
21
Rata - Rata
220 , 27
217 , 53
22
21
Penampang Benda Uji
1
2
3
4
5
150 , 73
150 , 73
145 , 20
145 , 20
145 , 20
154 , 91
147 , 42
154 , 91
154 , 91
154 , 91
15
15
14
14
14
15
14
15
15
15
Rata - Rata
147 , 41
153 ,41
14
15
Tabel 4 – 7 Data Kekerasan Setelah Proses Perlakukan Panas
Dengan Penahan Waktu 30 menit
No.
Nilai Kekerasan
( HV )
Nilai Kekerasan
( HRc )
B1
B2
B1
B2
Permukaan Benda Uji
1
2
3
4
5
230 , 53
247 , 37
247 , 37
270 , 54
270 , 54
247 , 37
247 , 37
258 , 68
258 , 68
230 , 54
23
24
24
27
27
24
24
25
25
23
Rata - Rata
253 , 27
248 , 53
25
24
Penampang Benda Uji
1
2
3
4
5
165 , 26
152 , 30
152 , 30
152 , 30
150 , 53
168 , 65
154 , 26
154 , 26
154 , 26
154 , 26
16
15
15
15
15
16
15
15
15
15
Rata - Rata
154 , 54
157 , 14
15
15
Tabel 4 – 8 Data Kekerasan Setelah Proses Perlakukan Panas
Dengan Penahan Waktu 50 menit
No.
Nilai Kekerasan
( HV )
Nilai Kekerasan
( HRc )
C1
C2
C1
C2
Permukaan Benda Uji
1
2
3
4
5
256 , 92
274 , 79
304 , 52
274 , 79
274 , 79
264 , 56
292 , 53
274 , 45
264 , 56
264 , 56
25
27
30
27
27
26
29
27
26
26
Rata - Rata
277 , 16
272 , 13
27
27
Penampang Benda Uji
1
2
3
4
5
165 , 59
165 , 59
165 , 59
168 , 83
165 , 59
168 , 86
168 , 86
168 , 86
167 , 56
168 , 86
16
16
16
16
16
16
16
16
16
16
Rata - Rata
166 , 19
168 , 60
16
16
Dari data – data tersebut diatas dapat diketahui bahwa pendinginan benda uji satu dengan yang lainnya berbeda kekerasannya (dalam waktu tahan yang sama). Dan penahanan waktu yang lebih lama maka didapat difusi karbon yang paling besar nilainya dan juga kekerasannya paling tinggi. Untuk lebih jelasnya maka data – data tersebut disajikan dalam bentuk grafik.
Grafik 4 – 1 Data Kekerasan Setelah Proses Perlakuan Panas
Dengan Penahanan Waktu 15 menit
Grafik 4 – 2 Data kekerasan Setelah Proses Perlakukan Panas
Dengan Penahanan Waktu 30 menit
Grafik 4 – 3 Data Kekerasan Setelah Proses Perlakuan Panas
Dengan Penahanan Waktu 50 menit
Difusi Karbon
Hasil Pengukuran Ketebalan Difusi Karbon
Pengukuran ketebalan difusi karbon dilakukan dgn menggunakan mikroskop dari alat uji micro hardness tester. Dan mikroskop tersebut dilihat seberapa dalam hasil penyebaran atau peresapan karbon terhadap benda uji. Dan data hasil pengukuran difusi tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 4 – 9 Ketebalan Difusi Karbon
No
Kode
Tepi 1 ( μm )
Tepi 2 ( μm )
Rata - rata
1
2
3
4
5
6
A1
A2
B1
B2
C1
C2
90
92
158
160
200
195
95
95
160
165
202
198
92 , 5
93 , 5
159 , 0
162 , 5
201 , 0
196 , 5
Keterangan : 1 μm = 1 / 1000 mm
Dari data difusi karbon tersebut dapat diketahui bahwa waktu penahanan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap difusi karbon terhadap benda uji. Karena dengan semakin lamanya penahanan waktu maka semakin banyak proses penyerapan karbon yang terjadi.
Hubungan dari difusi karbon dan penahanan waktu dari data – data diatas dapat dilihat dari grafik dibawah ini.
Grafik 4 - 4 Hubungan Difusi Karbon Dan Penahanan Waktu
Perhitungan Kadar Karbon Hasil Difusi
Kadar karbon hasil difusi pada batas maksimum difusi karbon dapat diketahui dengan menggunakan rumus :
dimana Cx = kadar karbon material pada kedalaman x
C0 = kadar karbon spesimen
C1 = kadar karbon permukaan spesimen
x = kedalaman diffusi karbon (cm)
D = koefisien diffusi karbon (cm2/s)
t = waktu (holding time) (s)
erf = fungsi error (error function) (tabel)
Gambar 4 – 5 Bagian Difusi Karbon
harga koefisien diffusi dicari dengan cara :
Dimana : D0 = faktor frekuensi (cm2/s) (tabel)
Q = energi aktivasi (cal/mol/K) (tabel)
T = temperatur pemanasan (0K)
R = konstanta gas (1,987 cal/ mol)
Karena temperatur pemanasan ketiga proses adalah sama yaitu 8750 C, maka harga koefisien difusi karbon adalah sama :
D0 = 0 , 21 cm2 / s
Q = 33 , 800 cal / mol / K
T = 8750 C + 2730 K = 11480 K
Sehingga ;
D = 0 , 21 cm2 / s . exp [ - 14 , 8 ]
D = 0 , 21 cm2 / s . 3,74 . 107
D = 7 , 85 . 108 cm2 / s
Tabel 4 – 10
Diffusing Element
Diffusing Through
D0 cm2 / s
Q cal / mol
Carbon
α - iron
0 , 0079
18 . 100
Carbon
γ - iron
0 , 21
33 . 800
Nickel
γ - iron
0 , 5
66 . 000
Manganesse
γ - iron
0 , 35
67 . 000
Chromium
α - iron
30 . 000
82 . 000
Chromium
γ - iron
18 . 000
97 . 000
Sumber : Steel and it’s Heatreatment, Karl – Erik Thelning halaman 25
Tabel 4 – 11
y
erf (y)
y
erf (y)
0
0 , 000
0 , 8
0 , 742
0 , 1
0 , 112
0 , 9
0 , 797
0 , 2
0 , 223
1 , 0
0 , 843
0 , 3
0 , 329
1 , 2
0 , 910
0 , 4
0 , 428
1 , 4
0 , 952
0 , 5
0 , 521
1 , 6
0 , 976
0 , 6
0 , 604
2 , 0
0 , 995
0 , 7
0 , 678
2 , 4
0 , 999
Sumber : Steel and it’s Heatreatment, Karl – Erik Thelning halaman 26
a. Benda Uji kode A1 dan A2
Diketahui : x (rata - rata) = 93 μm = 9 , 3 . 10-3 cm
t = 15 menit = 900 detik (s)
Co = 0 , 07 %C ; C1 = 0 , 8 %C
Ditanya : Cx ?
Jawab:
Cx - 0 , 07 = 0 , 8 - 0 , 07 (1 - erf 0 , 48)
Harga erf diperoleh dari interpolasi tabel 4 – 7 pada harga y = 0 , 48 , sehingga didapat erf (y) = 0 , 500
Sehingga :
Cx = [ 0 , 73 . ( 1 - 0 , 500 ) ] + 0 , 07
Cx = 0 , 365 + 0 , 07
Cx = 0 , 44 % C
b. Benda Uji kode B1 dan B2
Diketahui : x (rata - rata) = 160 , 75 μm = 1 , 6075 .10-2 cm
t = 30 menit = 1800 detik (s)
Co = 0 , 07 %C ; C1 = 0 , 8 %C
Ditanya : Cx ?
Jawab :
Cx - 0 , 07 = 0 , 8 - 0 , 07 (1 - erf 0 , 68)
Harga erf diperoleh dari interpolasi tabel 4 – 7 pada harga y = 0 , 68 , sehingga didapat erf (y) = 0 , 659
Sehingga :
Cx = [ 0 , 73 . ( 1 - 0 , 659 ) ] + 0 , 07
Cx = 0 , 249 + 0 , 07
Cx = 0 , 32 % C
c. Benda Uji kode C1 dan C2
Diketahui : x (rata - rata) = 198 , 75 μm = 1 , 9875 . 10-2 cm
t = 50 menit = 3000 detik (s)
Co = 0 , 07 %C ; C1 = 0 , 8 %C
Ditanya : Cx ?
Jawab :
Cx - 0 , 07 = 0 , 8 - 0 , 07 (1 - erf 0 , 65)
Harga erf diperoleh dari interpolasi tabel 4 – 7 pada harga y = 0 , 65 , sehingga didapat erf (y) = 0 , 630
Sehingga :
Cx = [ 0 , 73 . ( 1 - 0 , 630 ) ] + 0 , 07
Cx = 0 , 2701 + 0 , 07
Cx = 0 , 34 % C
Hubungan difusi karbon terhadap penahanan waktu dan kekerasan adalah dengan lamanya penahanan waktu (holding time) maka kadar karbon yang masuk kedalam benda uji akan bertambah banyak, sehingga selain semakin dalam peresapan karbon, kadar karbon pada bagian permukaan hingga batas difusi berbeda. Jadi spesimen dengan kode C , mempunyai kadar karbon lebih besar terhadap benda uji dengan kode 1. untuk lebih jelas lihat tabel dibawah ini :
Tabel 4 – 12 Kadar Karbon Pada Benda Uji
Jarak dari Permukaan (μm)
Kadar Karbon (%C)
Benda Uji Kode A
Benda Uji Kode B
Benda Uji Kode C
25
50
75
93
100
125
150
160 , 75
175
198 , 75
0 , 694
0 , 598
0 , 503
0 , 435
-
-
-
-
-
-
0 , 726
0 , 645
0 , 576
-
0 , 494
0 , 433
0 , 371
0 , 319
-
-
0 , 740
0 , 669
0 , 606
-
0 , 545
0 , 481
0 , 433
-
0 , 377
0 , 340
Grafik 4 – 6 Hubungan Ketebalan Difusi Karbon dan Kadar Karbon
Kesimpulan
Setelah memperoleh data – data hasil pengujian kekerasan pada proses pengerasan permukaan maka dapat disimbulkan bahwa :
Semakin lama waktu penahan (Holding Time) maka semakin tebal difusi karbon pada benda uji dan dengan adanya penambahan unsur karbon pada permukaan maka kekerasan permukaan benda uji bertambah keras. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat hasil perhitungan kadar karbon pada benda uji. Kadar karbon yang tinggi membuat permukaan benda uji semakin keras dan getas.
Dengan pendinginan langsung dapat mempengaruhi kekerasan permukaan benda uji, hal tersebut dapat diketahui dengan melihat hasil hasil kekerasan benda uji. Pada proses pengerasan suatu material akan diperoleh hasil yang maksimal bila dicapai struktur martensit. Dan struktur martensit ini hanya dapat dicapai dari fase austenit yang didinginkan dengan cepat. Dengan pendinginan yang cepat dari temperatur austenit nk diperoleh bentuk kristal BCC yang tergeser menjadi BCT akibat perbedaan temperatur yang tinggi pada bahan.
Saran
Karena keterbatasn penelitian ini maka diharapkan pada penelitian – penelitian selanjutnya tentang proses perlakuan panas lainnya secara khusus dan secara umum, karena dalam hal ini sangat berguna untuk menambah dan memperjelas pengetahuan dibidang Metallurgy.
DAFTAR PUSTAKA
Cherly R Books, 1996, Principles of the Heat Treatment of Plain Carbon and LowAlloy Steels,ASM International
Karl - Erik Thelning, Steel and its Heat Treatment . , Bofors Handbook, London, Cetakan II.
Myrna Ariati dan Wahyuaji NP, Perlakuan Panas Logam , Departemen Metalurgi and Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Smallman, R. E., Metallurgy Fisik Modern ., Edisi IV, Gramedia Jakarta.
Van Vlack, Ilmu dan Teknologi Bahan . , Edisi V , Erlangga Jakarta.
Wahid Suherman, Perlakuan Panas . , Fakultas Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya.
catatan
difusi merupakan proses pasif transformasi, didalam proses difusi itu sendiri ada zat tunggal yang mana lebih cenderung bergerak dengan sendirinya ke daerah konsentrasi yang lebih tinggi ke yang rendah hingga ke konsentrasi yang sama.
BCT adalah Body Center Tetragonal
energizer adalah penyemangat / motivator / penghubung /mediasi
Beta Hartono
Widyaiswara Progli Teknik Mesin
PPPPTK BOE Malang